LABUAN BAJO, TENGGARAPOST.ID — Uskup Labuan Bajo, Mgr Maksimus Regus atau Maximilianus Rex menyoroti pengelolaan pariwisata di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Sorotan itu disampaikan saat publik ramai membicarakan rencana pembangunan sejumlah sarana dan prasarana di Pulau Padar, yang merupakan bagian dari Taman Nasional Komodo di wilayah Kabupaten Manggarai Barat.
Sorotan itu juga muncul saat pengelolaan pariwisata di Labuan Bajo dinilai sejumlah pihak lebih eksploitatif daripada berlandaskan keberlanjutan.
Mgr Max Regus menyebut Labuan Bajo dan Komodo yang ikonik merupakan anugerah cinta tanpa batas dari Tuhan.
“Sebuah rahmat berkelanjutan yang menyimpan narasi keindahan dan kehidupan,” ujar Uskup Max Regus dikutip dari Kompas pada Jumat 15 Agustus 2025.
“Sepotong mahakarya ciptaan Tuhan ini telah membuat banyak orang dari berbagai penjuru dunia datang berburu senja, menyerap pesona alamnya, menikmati sukacita, dan merasakan kedamaian di tengah panorama yang menakjubkan.”
Ia menekankan pentingnya menggabungkan kekayaan budaya dan dimensi keagamaan yang kuat dengan prinsip keberlanjutan dalam pengembangan pariwisata di Labuan Bajo.
“Namun, ketika berbicara tentang keberlanjutan, tentu tidak dapat melepaskan pariwisata dari kepedulian terhadap lingkungan dan ekosistem.”
“Hal ini adalah prinsip yang tidak bisa ditawar-tawar dan harus menjadi bagian dari pola pikir seluruh pelaku industri pariwisata di kawasan itu,” tambahnya.
Uskup Max Regus juga mengingatkan bahwa pendekatan terhadap keindahan Labuan Bajo masih memerlukan perhatian serius.
“Ketika orientasi pariwisata hanya berfokus pada keuntungan semata, maka kita mudah tergoda untuk menerapkan cara-cara eksploitasi yang pada akhirnya mengikis makna sejati keberlanjutan.”
“Jika hal ini dibiarkan, masa depan pariwisata di Labuan Bajo akan kehilangan rohnya, yakni harmoni antara manusia, alam, dan budaya,” tegasnya.
Ia memperingatkan bahwa jika pariwisata hanya diarahkan pada akumulasi keuntungan, maka akan berisiko berubah menjadi arena kerakusan dan ketamakan.
Dalam kondisi tersebut, manfaat besar bagi komunitas lokal akan sulit terwujud. Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak meninjau kembali bagaimana anugerah pariwisata di Labuan Bajo harus dikelola sebelum terjebak dalam praktik-praktik yang merusak.
“Pendekatan yang tepat adalah yang berlandaskan nilai keberlanjutan serta keselamatan komunitas lokal,” ujarnya.
Uskup Max Regus juga menyoroti adanya pandangan sempit yang melihat Labuan Bajo hanya sebagai sumber keuntungan tanpa batas bagi segelintir orang yang memiliki kekuatan modal besar. (Kompas)
Komentar